BAB 11- BAB 14
BAB 11
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL(
HAKI )
A. PENGERTIAN HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL (HAKI)
Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek
(di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property
Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut
adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of
the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau
sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta,
Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari
benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek,
Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa
informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan
sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
B. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
1.
Prinsip Ekonomi.
2.
Prinsip Keadilan.
3.
Prinsip Kebudayaan.
4.
Prinsip Sosial.
C. KLASIFIKASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Berdasarkan
WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan
industri (industrial property right).
Hak kekayaan
industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu
tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan
industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris
mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen
pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi
1. Paten
2. Merek
3. Varietas
tanaman
4. Rahasia
dagang
5. Desain
industry
6. Desain tata
letak sirkuit terpadu.
D. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
1. UU Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta
2. UU Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
3. UU Nomor 7 Tahun 1987
tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
4. UU Nomor 12 Tahun
1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29
5. Hak Cipta
Hak cipta adalah hak
eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu.
6. Hak Paten
hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
7. Hak Merk
hak khusus yang diberikan negara
kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
8. Desain Industri
Desain industri adalah seni terapan di mana
estetika dan kemudahan dalam menggunakan suatu barang suatu barang disempurnakan.
Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan
warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi,
yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang,
komoditas industri atau kerajinan tangan.
9. Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang
tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/
atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang
Sumber :
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/09/klasifikasi-hak-kekayaan-intelektual/http://ariesyevo.blogspot.com/2013/04/dasar-hukum-hak-kekayaan-intelektual-di.html
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/09/klasifikasi-hak-kekayaan-intelektual/
http://ikharetno.wordpress.com/2012/04/08/hak-kekayaan-intelektual-haki/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/prinsip-prinsip-hak-kekayaan-intelektual-2/
http://ikharetno.wordpress.com/2012/04/08/hak-kekayaan-intelektual-haki/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/prinsip-prinsip-hak-kekayaan-intelektual-2/
BAB 12
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. PENGERTIAN KONSUMEN
Konsumen yaitu
beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang
untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan
perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan
nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat
dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara,
sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar
negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak
mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau
jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan
untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsumen.
B. Azas dan Tujuan
Perlindungan konsumen
diselenggarkan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam
pembangunan nasional,yakni asas manfaat,asas keadilan,asas kseimbangan,asas
keamanan,dan keselamatan konsumen.dan asas kepastian hukum.
1. asas manfaat
asas manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
1. asas manfaat
asas manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. asas keadilan
adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. asas keseimbangan
adalah memberika keseimbangan antara kepentingan konsumen,pelaku usaha,dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
adalah memberika keseimbangan antara kepentingan konsumen,pelaku usaha,dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4. asas keamanan dan keselamtan konsumen
adalah untuk memberikan jaminan atas kemanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,pemakaian,dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
adalah untuk memberikan jaminan atas kemanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,pemakaian,dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. asas kepastian hukum
yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Sementara itu,tujuan perlindungan konsumen meliputi
1. meningkatkan kesadaran,kemampuan,dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa.
3. meninbgkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan,dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. menetapkan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses akses untuk mendapatkan informasi.
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,kesehatan,kenyamanan,keamanan,dan keselamatan konsumen.
yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Sementara itu,tujuan perlindungan konsumen meliputi
1. meningkatkan kesadaran,kemampuan,dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa.
3. meninbgkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan,dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. menetapkan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses akses untuk mendapatkan informasi.
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,kesehatan,kenyamanan,keamanan,dan keselamatan konsumen.
C.
Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen
Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak
Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
6. Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
7. Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen;
8. Hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
9. Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
10. Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen adalah :
11. Membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
12. Beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
13. Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati;
14. Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
E. HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
Seperti halnya
konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi
nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha
menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1. beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya;
2. memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
6. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila
diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi
konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula
dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila
dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak
bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus
melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan
iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
F. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
1. Larangan
dalam memproduksi / memperdagangkan.
2. larangan
dalam menawarkan / memproduksi
3. larangan
dalam penjualan secara obral / lelang
G. Klausula Baku dalam Perjanjian
1. menyatakan pengalihan
tanggungn jawab pelaku usaha .
2. menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di
beli konsumen.
4. pemberian klausa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
konsumen secara angsuran
5. mengatur perihal
pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh
konsumen.
6. memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen
yang menjadi objek jual beli jasa.
H. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Setiap pelaku
usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai
akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam
memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau
melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8
tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur
tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau
diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran,
kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal
21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan
bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa
pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal
yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita
konsumen, apabila :
·
barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk
diedarkan ;
·
cacat barang timbul pada kemudian hari;
·
cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
·
kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
·
lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka
waktu yang diperjanjikan
I. Sanksi
Sanksi yang
diberikan oleh undang – undang nomor 8 tahun 1999, yang tertulis dalam pasal 60
sampai dengan pasal 63 dapat berupa sanksi administrative, dan sanksi pidana
pokok, serta tambahan berupa perampas barang tertentu, pengumuman keputusan
hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentiaan kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari
peredaran, atau pencabuatn izin usaha.
sumber :
BAB 13.
Anti Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
A. Pengertian
Pasar Monopoli
adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai
pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut
sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
B. Azas dan Tujuan
Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
C. Kegiatan yang
dilarang
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan Pasar
d. Persekongkolan
e. Posisi Dominan
f. Jabatan Rangkap
g. Pemilikan Saham
h. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambil Alihan
D. Perjanjian yang dilarang
a. Oligopoli
b. Penetapan Harga
c. Pembagian Wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi Vertikal
i. Perjanjian
Tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
E. Hal-hal yang
dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
a. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak
tidak baik untuk persaingan pasar
b. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak
baik untuk persaingan pasar
c. Posisi Dominan
F. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
G. Sanksi
Pasal 36 UU
Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Sumber :
BAB 14
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
A. Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa
dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik
berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,
atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa
sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.
B. Cara-cara
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa secara
damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam
suatu persengketaan antar negara.
Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB:
· Negosiasi
(perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul
antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan
pihak ketiga.
· Enquiry
(penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak
dimaksud untuk mencari fakta.
· Good
offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang
bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang
terjadi diantara mereka.
C. Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah bentuk
interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling
menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford,
negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi
formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai
perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan
elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang
dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan
tujuan tertentu.
D. Mediasi
Mediasi adalah proses
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan
dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat
perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk
menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi
berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
E. Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu jenis
alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan
kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan
putusan.
F. Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
a. Perundingan: merupakan tindakan atau
proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
b. Arbitrase: Kekuasaan untuk menyelesaiakan
suatu perkara menurut kebijaksanaan.
c. Ligitasi: Proses dimana seorang
individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau
penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara
ketiganya ini merupakan tahapan dari penyelesaian pertikaian. Tahap pertama
terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai.
Kedua ialah ke jalan Arbitrase, ini digunakan jika kedua belah pihak tidak bisa
menyelesaiakan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga.
Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak
ketiga, oleh sebab itu mereka memutuhkan hukum atau pengadilan untuk
menyelesaikan pertikaian yang ada.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar